Apakah ‘centang biru’ twitter suatu simbol prestise atau bukti identitas? Dan apa yang terjadi jika siapapun bisa membelinya?

Apakah ‘centang biru’ twitter suatu simbol prestise atau bukti identitas? Dan apa yang terjadi jika siapapun bisa membelinya?


Play all audios:

Loading...

Menyusul akuisisi Twitter oleh Elon Musk pada 27 Oktober, orang terkaya di dunia ini mengusulkan berbagai perubahan kontroversial terkait platform tersebut. Terdapat bukti yang semakin jelas


bahwa Musk tampak berimprovisasi seiring jalan. Musk mencuitkan berbagai usulan ini, layaknya pikiran-pikiran yang beterbangan di kepala, langsung dari akun Twitternya.


------------------------- _ READ MORE: PAKAR MENJAWAB: ELON MUSK MEMBELI TWITTER, APA YANG PERLU KITA WASPADAI? _ ------------------------- Salah satu ide Musk, yang utamanya bertujuan untuk


meningkatkan pendapatan Twitter, adalah menarik biaya US$8 jika pengguna ingin mendapatkan status terverifikasi (_verified_). Status ini berbentuk tanda centang biru di sebelah nama


pengguna, dan selama ini banyak dianggap prestisius. Beberapa hari kemudian, perubahan terhadap verifikasi sebagai produk berbayar berjalan di beberapa negara di bawah skema langganan


Twitter Blue. LEBIH DARI SEKADAR VERIFIKASI Menurut Twitter, centang biru menandakan bahwa suatu akun itu otentik. Saat ini, ada tujuh kategori “_public interest accounts_” (akun yang


relevan bagi kepentingan publik), seperti akun lembaga negara, organisasi media dan jurnalis, serta _influencer_ yang berdampak bagi masyarakat. Tapi, dalam upaya Twitter melawan peniruan


dan penipuan, ikon biru kecil yang tampaknya biasa saja ini punya peran lebih dari sekadar alat verifikasi sederhana. Di kacamata publik, suatu status _verified_ juga menandakan prestise


sosial. Lencana ini adalah simbol status yang amat didambakan, sebagian besar karena proses skrining Twitter membuatnya sangat sulit didapatkan. Sebelumnya, centang biru ini memang punya


sejarah yang kontroversial. Setelah mendapat kecaman secara luas karena memverifikasi akun-akun pengusung ideologi supremasi kulit putih pada 2017, Twitter menghentikan sementara proses


verifikasinya selama lebih dari tiga tahun. Ada ketidakselarasan yang cukup mendasar antara niatan Twitter memberlakukan centang biru dengan apa yang akhirnya dipersepsikan oleh publik –


sesuatu yang bahkan diakui oleh tim Twitter Safety pada tahun 2017. Tapi mereka tidak menyelesaikan masalah ini. Tak lama setelah Twitter kembali melanjutkan verifikasi akun secara


sistematis pada 2021, prosesnya mulai gagal lagi. Bot dan akun palsu berujung turut diberi centang biru. Publik pun masih bingung apa arti sebenarnya dari centang biru ini, dan kemudian


memandangnya sebagai simbol prestise. BANGSAWAN DAN WONG CILIK Usulan kebijakan serba improvisasi ala Musk bisa jadi merefleksikan preferensi pribadinya untuk berinteraksi dengan akun


_verified_. Musk sendiri berkali-kali menyatakan ungkapan “_power to the people_” (kembalikan kekuasaan pada rakyat) dan keinginan untuk membongkar sistem “_lords and peasants_” (bangsawan


dan wong cilik) antara akun _verified_ versus _non-verified_. Namun, saya melakukan analisis data terhadap 1.493 cuitan Musk selama 2022, dan menemukan bahwa lebih dari setengah (57%)


interaksinya adalah dengan akun _verified_. Artinya status _verified_ pada kenyatannya membuat suatu akun layak mendapatkan perhatian Musk. Sehingga, Musk bisa dibilang turut memandang


centang biru sebagai simbol prestise, sama seperti orang lain (kecuali Twitter). Di sini, usulan untuk membanderol centang biru seharga US$8 tak hanya kurang bijak, tapi, ironisnya juga bisa


mendorong lebih banyak lagi pemalsuan dan kerugian di platform. Suatu kesalahan fatal adalah kenyataan bahwa “verifikasi berbayar”, logikanya, sama saja bukanlah verifikasi. MEMBEDAKAN ASLI


DAN PALSU Meski tidak sempurna dan masih jauh dari transparan, setidaknya sistem verifikasi Twitter berkiblat pada praktik verifikasi yang dilakukan jurnalis dan peneliti untuk membedakan


antara fakta dan fiksi, serta yang asli dan palsu. Ini membutuhkan waktu, dan tidak bisa dibeli begitu saja. Terlepas dari kekurangannya, proses verifikasi utamanya berhasil mengidentifikasi


cukup banyak aktivitas terlarang di platform, sekaligus membantu menyorot akun-akun yang relevan dengan kepentingan publik. Sebaliknya, sistem verifikasi berbayar Musk hanya bisa


memverifikasi bahwa seseorang punya US$8. Verifikasi berbayar tidak bisa menjamin bahwa sistem tidak akan dieksploitasi untuk merugikan masyarakat. Contohnya, kita sudah melihat bahwa


_influencer_ teori konspirasi seperti “QAnon John” bisa saja mendapat legitimasi melalui pembelian centang biru. MEMBUKA KERAN BAGI BOT Dalam skala yang lebih besar, problemnya menjadi


semakin parah. Saat ini sudah cukup sulit untuk mendeteksi dan mencegah bot dan jaringan _troll_ meracuni lanskap informasi dengan disinformasi dan spam. Kini, dengan harga semurah US$800,


musuh asing bisa meluncurkan jaringan 100 akun bot yang _verified_. Semakin banyak suatu pihak bisa membayar, semakin besar legitimasi yang bisa mereka beli di ruang publik. Makin parah


lagi, Musk menyatakan secara publik bahwa akun _verified_ yang membayar US$8 akan diberikan visibilitas lebih di platform, sementara akun _non-verified_ akan lebih terkubur akibat algoritma.


------------------------- _ READ MORE: TWITTER MENCABUT LARANGAN MISINFORMASI COVID: INI RISIKO BESAR BAGI KESEHATAN MASYARAKAT _ ------------------------- Ia percaya bahwa hal ini akan


menumpas ujaran kebencian dan akun palsu karena akun _verified_ akan mendapat prioritas di pencarian, balasan, dan _mention_. Namun, yang akan terjadi justru sebaliknya: mereka yang punya


cukup uang akan mendominasi ruang publik – bayangkan bot Rusia dan penebar spam iklan mata uang kripto. Pertimbangkan juga bahwa kemampuan untuk berpartisipasi secara anonim di media sosial


selama ini punya banyak manfaat positif. Ini termasuk rasa aman bagi kelompok marjinal dan rentan. Membekali pengguna dengan cara untuk mengelola ruang publik dan personal mereka sangatlah


krusial bagi identitas diri dan budaya _online_. Artinya, menghukum orang yang ingin tetap anonim di Twitter bukanlah jawaban yang tepat. Yang juga bisa parah, menghubungkan profil media


sosial ke sistem verifikasi berbayar bisa menyebabkan kerugian jika akun seseorang dibobol dan seorang pencuri mendapatkan identitas mereka melalui catatan transaksi. KONSEKUENSI


BERTUBI-TUBI Ide-ide Musk sudah mulai menyebabkan serangkaian konsekuensi yang tak disengaja pada platform. Beberapa waktu lalu, akun dengan centang biru banyak mengubah nama mereka ke “Elon


Musk” dan juga disertai gambar profil untuk memparodikan dirinya. Sebagai respons, Musk mencuitkan usulan kebijakan baru bahwa akun Twitter yang terlibat peniruan akan diskors (_suspended_)


kecuali mereka spesifik menyatakan diri sebagai akun “parodi”. Pengguna bahkan tidak akan mendapat peringatan, sebagaimana yang dialami komedian Kathy Griffin dan duua juta pengikutnya.


Mereka kaget ketika akun Griffin diskors karena memparodikan Musk. Visi Musk terkait verifikasi pengguna tidak selaras dengan Twitter maupun komunitas peneliti internet. Meski sistem yang


ada selama ini punya kekurangan, setidaknya ia berjalan sistematis, agak transparan, dan tampak akuntabel. Keputusannya juga bisa direvisi jika mendapatkan kritik yang valid dari publik.


Sebaliknya, pendekatan kebijakan Musk justru otokratik dan tidak transparan. Setelah membubarkan dewan direksi, kini sang “_Chief Twit_” memegang seluruh kuasa dan hampir tidak ada


akuntabilitas. Yang tersisa adalah visi mengkhawatirkan tentang ruang publik _online_ yang rentan dan penuh masalah: dalam dunia di mana semua orang terverifikasi, tidak ada yang


terverifikasi. ------------------------- _ READ MORE: BANYAK ORANG MULAI HIJRAH DARI TWITTER -- TAPI SEMUDAH ITUKAH MEMINDAHKAN JARINGAN KOMUNITAS KITA KE PLATFORM YANG BARU? _


------------------------- _Catatan penerjemah: saat artikel terjemahan ini terbit, layanan verifikasi berbayar Twitter tengah disetop untuk sementara waktu dan rencana peluncurannya kembali


masih tertunda._